Instagram

Thursday, April 04, 2019

Bermain Di Tulung Agung

Pertengahan Februari lalu aku diajak oleh seorang teman untuk menepi sejak di kampung halamannya. Temanku itu berasal dari Kabupaten Tulung Agung. Meskipun tidak lahir disana, namun Kota Blitar dan Tulung Agung adalah kampung halaman kedua orang tuanya. Aku yang belum pernah berkunjung kesana tentu saja sangat excited. Sejauh ini, aku baru berekeliling di sekitar Kota Malang dan Batu. Ketika temanku berwacana ke Tulung Agung, aku dengan senang hati untuk ikut.

Tujuan utama kami kesana yaitu untuk mengantarkan beberapa barang milik orang tuanya. Karena barang-barang tersebut cukup banyak dan berat, sehingga butuh pengawasan. Tidak hanya itu, temanku juga mulai mencicil barang-barangnya untuk dibawa pulang kesana, seperti buku-buku dan pakaian yang tidak terpakai lagi. 

Hari itu, selasa pagi, kami pergi dengan menaiki mobil carteran. Temanku memutuskan untuk mencarter mobil karena barang bawaan kami cukup banyak. Bukan barang bawaan pribadi selama disana, tapi barang-barang pindahan. Mobil carteran itu rupanya cukup nyaman. Mobil sejenis ELF namun untuk level eksekutif. Hanya enam tempat duduk, sehingga sangat luas. Kami sangat menikmati perjalanan itu.

Supir mobil itu pun cukup ramah dan tidak terganggu oleh obrolan kami. Selama perjalanan, kami mengobrol, membicarakan banyak hal. Rupanya kota Surabaya-Tulung Agung cukup ditempuh selama empat jam melalui tol baru, yang aku pun tidak ingat namanya.

Kami tiba di rumah temanku itu pukul 2 siang. Ada kerabat yang menyambut kami disana. Kebetulan kedua orang tua temenku masih berdomisili di Kalimantan dan rumah yang saat ini masih baru dan belum ditempati. Sesekali kerabatnya datang kesana untuk mengecek kondisi rumah.

Istri dari pamannya temanku menyambut kedatangan kami. Temanku memanggilnya dengan sebutan "bulek".  Aku pun menyebutnya begitu. Bulek masih sangat muda dan memiliki seorang anak kecil, yang kalau tidak salah baru berumur tiga atau empat tahun. Setelah memindahkan semua barang bawaan ke dalam rumah, kami beristirahat sejenak. Lalu bulek menyuruh kami untuk makan siang. Setelah makan kami pun berkenalan, bercengkrama, dan bertukar cerita. Terutama temanku yang hampir setahun tidak pulang kesana. 

Rumah temanku terletak di tepi jalan lintas. Rumahnya cukup besar dan dikelilingi sawah-sawah. Sangat asri. Aku pun berkeliling dan melihat pemandangan dari lantai dua. Sudah lama sekali tidak merasakan suasana seperti itu. Udara yang sejuk. Pemandangan sawah yang hijau. Rasanya hati menjadi adem dan damai. Sungguh. It was like healing time. I mean it.

Temanku telah merencanakan kegiatan liburan yang akan kami lakukan selama disana. Hari kedua, kami akan berwisata ke Pantai Gemah yang ada di Kabupaten Tulung Agung. Pagi-pagi sekali, kami sudah bangun. Malam sebelumnya kami memang sudha berjanji untuk bangun pagi dan pergi ke pasar disana untuk memenuhi obsesiku yaitu membeli jajanan tradisional. Aku sangat suka jajanan pasar seperti lupis, getuk, dan cenil. Tetapi kami sedikit terlambat bangunnya, meski pun bagiku dan temanku itu cukup pagi. Alhasil kami tidak jadi ke pasar. Namun bulek yang baik hati itu membelikan kami 3 bungkus cenil. Senangnya aku bisa menikmati cenil lagi.

Dulu aku hanya tahu bahwa cenil itu berbentuk bulat dan berwarna-warni. Bentuknya bulat seperti kelepon. Tapi ketika disana aku mendapati cenil berbentuk lonjong kecil. Namun cara penyajiannya sama yaitu ditaburi kelapa parut dan disiram gula merah kental. 
Tampilan cenil yang ku makan saat itu seperti ini

Pagi itu, aku juga berkenalan dengan kerabat temanku lagi. Karena kedua orang tua dari temanku ini merupakan anak sulung, maka kerabat yang kami temui semuanya adalah paklek dan bulek. Begitu kami memanggil para beliau tersebut. Ada juga sepupu-sepupu dari temanku ini yang kelak menjadi teman bermain kami. 

Sekitar jam sepupuh pagi, kami berangkat menuju Pantai Gemah. Kurang lebih dua jam perjalanan kami tempuh. Pantai itu berada di garis pantai selatan Pulau Jawa. Sebelum tiba di pesisir pantai, kami harus melewati perbukitan kecil. Dimana pemandangan dari bukit-bukit kecil itu sangat indah. Nampak pesisir pantai di bawah yang dipenuhi pohon Pinus dan cemara. Terdapat pula kapal-kapal kecil nelayan dan tambak-tambak nelayan di pinggir laut. Sungguh indah. Apalagi laut biru membentang luas tak kalah dengan langit yang siang itu juga membiru begitu cerahnya. Kami tiba disana sekitar ajm dua belas siang. Waktu yang cukup terik untuk bermain di pantai. Namun panas terik matahari itu tak menyurutkan semangat kami bermain.

Hal pertama yang ku lakukan ketika turun dari mobil yaitu menatap nanar ke laut luas menikmati hembusan angin. Aku begitu rindu suasana seperti itu. Aku sangat merindukan pantai seperti aku merindukan pulang ke rumah.
Laut biru membentang luas tiada batas,
Angin berhembus seolah berbisik membalas rinduku,
Ombak berlarian seolah datang mendekati ku,
Pasir tepi pantai itu menggelitik kakiku seolah kegirangan dengan hadirku,
Aku begitu terlena karena bahagia.

Terlebih lagi, aku berada disana bersama temanku dan keluarga baru yang kutemui. Sambutan hangat mereka sejenak mengisi kekosongan hati karena rindu jauh dari keluarga. Kami semua bermain di tepi pantai. Bermain dengan ombak yang seolah bergantian memeluk kaki. Di ujung sebelah kanan pantai ada bebatuan. Ada pula tulisan Pantai Gemah menempel disana. Tempat itu merupakan spot foto yang disukai semua pengunjung disana. Termasuk kami. 


Aku dan temanku berfoto di tulisan itu :)
Setelah puas bermain dan berfoto, kami diajak makan siang. Rupanya paklek dan bulek membawa bekal. Kami piknik di pantai itu. Melahap makan siang sambil menikmati laut biru, hembusan angin, dan deru suara ombak.

Patai Gemah juga menyediakan saran bermain seperti banana boat dan touring atp. Tapi karena kami kesana tidak di weekend day, maka banana boat tidak beroperasi. Namun sewa ATV tetap ada. Aku tidak tertarik untuk naik ATV berkeliling pantai, karena sudah kelelahan. Memang saat itu matahari sangat terik. Aku hanya melipir di bawah gazebo menghabiskan makan siang ku. Oh iya, sewa ATV cukup murah, seingatku 35 ribu rupiah untuk setengah jam. Setengah jam itu cukup lama untuk sekedar mengitari tepi pantai. Paklek dan adik sepupu berkeliling menaiki ATV itu. Kurasa baru sekitar sepuluh menit, mereka sudah bosan. Mereka pun menawari aku dan temanku. Lagi-lagi karena kami sudah kepanasan, kami tidak berminat. Tetapi sangat berminat untuk berfoto dengan ATV nya, hahahaha


Setelah bermain, bercanda, bercerita, dan menghabiskan makanan, kami pun pulang. Hari itu kami juga berencana mengunjungi makam Bung Karno yang terletak di Kota Blitar. 

Aku menoleh ke belakang ketika mobil mulai mendaki perbukitan. 
Ku pandangi lagi pantai itu. 
Laut biru itu,
Pasir itu,
Hembusan angin saat itu,
Deru ombak kala itu,
Ku rekam dalam ingatanku. 
"Sampai jumpa lagi, pantai", batinku.
Aku pun tersenyum puas, kembali menghadap ke depan dan meninggalkan apa yang harusnya tinggal pada tempatnya.

Sayangnya memerlukan waktu tiga jam untuk tiba di Kota Blitar, hingga ketika kami tiba, Museum makam Bung Karno telah ditutup. Kami pun urung berwisata kesana. Kami melanjutkan perjalanan mampir ke rumah paklek. Rupanya paklek punya pohon rambutan. Beliau memetikkan kami rambutan yang banyak untuk di bawa pulang ke Surabaya. Setelah shalat magrib, paklek sekeluarga mengantar aku dan temanku kembali ke Tulung Agung. Kami pun semoat mampir ke rumah mbah temanku. Bersilarutahmi. Temanku sudah hampir setahun tidak mengunjungi mbah nya. Setelah bercakap beberapa saat, kami pun pulang. Kami tiba di rumah sekitar pukul sepuluh malam. Aku dan temanku cukup kelelahan. Setibanya di rumah kami langsung mandi dan beristirahat. Menyiapkan kembali tenaga untuk esok hari karena masih banyak  hal yang ingin kami lakukan selama disana. 

Namun isitrahat malam itu hanyalah wacana belaka, pada akhirnya kami terjaga di ruang tengah, berbaring menonton televisi sambil bercerita. Begitulah perempuan jika sudah bersama. Padahal kami hampir setiap hari bertemu, tapi masih ada saja yang jadi bahan obrolan. Sepertinya topik pembicaraan tiada habis.

Hari berikutnya, aku dan temanku benar-benar bangun kesiangan. Karena tidur terlalu larut dan memang kelelahan setelah bermain seharian kemarin itu. Hari itu kami ingin lebih santai dan tidak ada rencana khusus. Setelah melahap makan siang yang disediakan bulek, kami pun pergi ke rumah mbah nya temanku yang satu lagi. Temanku masih punya mbah yang banyak. Alhamdulilah mbah nya sehat dan umur panjang :) . Kami pun berkeliling naik motor mengunjungi rumah mbah yang satu dan lainnya. Aku cukup takut mengendarai motor disana karena jalan disana merupakan jalan lintas. Banyak sekali truk-truk dan bus-bus besar yang lewat. Jadi hari itu kami habiskan bersilaturahmi dengan mbah-mbah yang meskipun baru sekali ku temui mereka sangat hangat menyambutku. Bahkan ada salah satu mbah yang membelikan kami sate kambing karena hari itu beliau tidak masak. Padahal kami hanya ingin berkunjung. Uniknya saat hendak pulang, kami dikasih "sangu". Sangu itu adalah uang jajan. Aku dan temanku berusaha sebisa kami untuk menolak, namun tetap tak berdaya. Kami merasa sudah tak pantas diberi sangu lagi, hahaha. 

Aku juga melihat sapi dan sawah di rumah mbak yut temanku itu. Pertama kalinya aku melihat sapi sedekat itu. Rupanya sapi sangat besar ya hahaha. Nyaliku jadi ciut untuk memberi mereka makan. Aku memberanikan diri untuk memberi makan sapi yang besar itu, tetapi saat sapi itu bersuara, aku justru terkaget. hahahha. Tapi aku cukup senang hari itu bisa melihat sapi dan memberinya makan.

Namun ada kejadian yang sampai saat ini membekas di hatiku. Saat di rumah mbah yang memberi uang sangu itu, aku tidak sengaja melindas anak kucing yang tidur di bawah motor. Aku benar-benar tak sadar bahwa ada anak kucing di bawah sana. Sungguh. Aku benar-benar gemetar saat melihat kucing itu menggeliat dan kejang di depan mataku. Aku benar-benar kaget. Anak kucing itu pun meninggal. Padahal anak kucing itu merupakan peliharaanya mbah. 
Mbah aku benar-benar menyesal, 
andai saja aku lebih peka dan melihat lebih teliti lagi, 
andai saja aku lebih hati-hati lagi,
Anak kucing itu pasti masih hidup
Maafkan aku mbah, Sungguh :(

Sore harinya, kami pulang ke rumah. Isitrahat dan bermain dengan adik kecil anaknya si bulek. Kami menutup hari itu dengan beristirahat saja di rumah.

Malam harinya paklek dan bulek berencana mengajak kami ke makam Bung Karno di Kota Blitar esok harinya. Aku cukup tertarik karena memang belum pernah berkunjung kesana. Namun sayangnya, malam itu aku mulai merasa sakit ditenggorokanku. Aku menduga karena aku kebanyakan makan pedas. Tanda-tanda radang tenggorokan mulai terasa. Dan benar saja, saat dinihari aku menggigil kedinginan. Badanku mulai terasa panas. Aku demam, pikirku saat itu. Karena paginya harus ke Kota Blitar, aku jadi sedih harus terkena demam. 

Namun demam itu tak menyurutkan niatku untuk mengunjungi makam Bung Karno. Pagi-pagi kami dibangunkan oleh bulek dan bersiap pergi. Temanku memastikan keadaanku karena aku yang akan menyetir motor ke Blitar. Tapi tekadku sudah bulat hingga demam itu pun ku lawan sekuat tenaga. Aku menyetir motor dari perbatasan Tulung Agung menuju Blitar selama kurang lebih dua jam. Dan aku pun sanggup. Setibanya di makam Bung Karno pun aku masih bahagia. Badanku mulai berkeringat dingin. Tapi aku masih sanggup bermain. Aku berkeliling makam dan berfoto. Mengabadikan setiap sudut yang entah kapan bisa ku kunjungi lagi.

Kurang lebih dua jam kami disana, setelah puas kami pun memutuskan pulang ke rumah. Perjuangan lagi bagiku. Dengan kondisi keringat dingin, aku menyetir lagi selama dua jam. Dan tekadku mengalahkan penyakitku. Aku mampu. Aku bisa bertahan. Dan kami tiba di rumah dengan selamat. Aku sangat bersyukur.

Setibanya di rumah aku langsung tepar. Panas badanku semakin menjadi. Setelah makan siang, aku pun terlelap di depan televisi. Sore itu, aku dan temanku harus pulang ke Surabaya. Tidur siang sejenak tadi sedikit mengembalikan tenagaku. Aku memang membutuhkan istirahat itu karena akan menempuh perjalanan selama empat jam lebih.

Kami pulang dengan naik travel sore itu. Satu jam perjalanan aku masih baik-baik saja. Kuhabiskan waktu dengan bercerita apa saja dengan temanku. Satu jam berikutnya aku mulai lelah. Kantuk mulai menghampiriku. Saat menoleh keluar, rupanya telah tiba di Kota Kediri.

Setelah tiga jam perjalanan, hari mulai gelap. Matahari terbenam. Malam pun menghampiri perjalanan kami. Kondisiku semakin lemah. Tenggorokanku sangat perih. Suaraku mulai hilang. Badanku panas dan berkeringat dingin. Kepalaku benar-benar terasa pusing. Saat itu huan deras pun mulai turun. Beberapa jalan yang kami lalui tergenang banjir. Dengan kondisi lemah seperti itu perjalanan terasa sangat lama. Namun seiring perjalanan, aku pun akhirnya terlelap.

Tiba-tiba mobil berhenti. Aku pun terjaga dari tidurku. Rupanya jalan yang harusnya dilewati terkena banjir sehingga kami harus berputar balik dan lewat tol. Aku begitu senang ketika mendengar harus lewat tol. Akan lebih cepat tiba di Surabaya pikirku. Dengan kondisi yang seperti itu, akhirnya aku tidak kuat lagi, dan memutuskan minum obat. Perlahan sakit kepala dan demam itu pun hilang. Kami tiba di Surabaya sekitar jam delapan malam, namun karena masih harus mengantarkan beberapa penumpang, aku dan temanku benar-benar tiba di kost sekitar jam sepuluh malam. Benar-benar lelah. Andai aku tak segera minum obat, aku pasti tak kuat lagi. 

Malam itu pun Surabaya diguyur hujan lebat. Menandai berakhirnya liburan sesaat ku. 
Ku pejamkan mataku. Ku kubur rasa lelah itu. Menyongsong hari esok.