Sejak memasuki dunia perkuliahan enam tahun lalu, aku mulai meninggalkan yang namanya kendaraan pribadi. Kesannya biar kayak mahasiswa pejuang gitu yang di tv. Hahha. Dan pada akhirnya aku jadi pejuang hidup sungguhan 😭😭😭
Tahun 2010, saat aku diterima sebagai mahasiswa di Politeknik Negeri Padang, dengan sangat bijaksana dan lapang dada, aku bilang sama bos di rumah bahwa aku tidak butuh sepeda motorku, si pink yang udah nemenin 3 tahun masa SMA ku. Selain ongkos kirim Bengkulu-Padang yang cukup mahal bagiku, aku juga berpendapat bahwa inilah perjuanganku sebagai mahasiswa. Hahaha.
Alhasil selama tiga tahun kuliah di Padang, alih-alih naik kendaraan umum, malah sibuk nebeng teman-teman yang bawa kendaraan pribadi. Tapi aku jg naik kendaraan umum lho. Untungnya, Politeknik Negeri Padang bekerjasama dengan Universitas Andalas, mengadakan bus kampus sebagi sarana transportasi bagi mahasiswanya. Bus kampus putih. Setiap semester, selain biaya perkuliahan dan praktikum, ada juga biaya bus kampus. Setiap mahasiswa diharuskan untuk membayar, jadi yang menggunakan kendaraan pribadi jg membayar biaya bus kampus. Hihihi. Rugi kan mereka, kuliah bertahun-tahun selalu bayar bus kampus tapi gak make.
Bus Kampus Universitas Andalas. Wahh bus ini sangat berkesan buatku. Salah satu yang paling aku rindukan dari kampus itu. Pak supirnya yang ramah, baik hati, dan ada juga yang galak. Eh bukan galak tapi tegas, hehehe. Rute bus kampus itu dari halte Sendik Pasar Baru sampai ke kampus ku, Politeknik, yang merupakan tempt paling tinggi. Sekedar info nih, area kampusku itu adalah area perbukitan, jadi suasananya adem gitu. Oh iya, penggemarnya bus kampus putih ini sangat banyak lho, baik pagi, siang, maupun sore hari. Kalau lagi beruntung, aku bisa naik dengan tenang dan dapat tempat duduk. Dan kalau tiba saatnya buat perang, dari nunggu di halte sampai naik ke bus itu rebutan sama pejuang-pejuang lainnya. Kalau beruntung ya dapat tempat duduk dan kalau gak beruntung ya bergelayutan di bus, enggak lah maksudnya berdiri di bus sambil pegang besi di atas supaya tidak jatuh. Kampus menerapkan peraturan bahwa mahasiswi naik dari pintu depan sementara mahasiswa dari pintu area belakang. Jadi gak bisa barengan naiknya, gak boleh bersentuhan, apalagi duduk berdua, bukan mukhrim lho, 😆😆😆.
Pokoknya bus kampus putih itu the best sekali. Mengiringi perjuangan mahasiswa/i menggapai cita-citanya. Dan setelah menyelesaikan kuliah 3 tahunku disana, lebih tepatnya 3,5 tahun aku stay, aku mesti pulang ke Bengkulu dengan bawa semua perlengkapan perjuanganku, lebay ! Iyaaa memang lebay, apalagi kalo ada yang lihat sewaktu aku pulang dengan perlengkapan yang seabrek itu, anyway thank you very much for my friends whose helping me in that moment.
Aku melanjutkan studiku di Universitas Sriwijaya Palembang. Lagi-lagi disini aku jadi orang yang bijaksana dan lapang dada. Aku gak butuh kendaraan pribadi. Hahaha. Setelah perkuliahan di mulai beberapa bulan, baru aku menyesal. Ada beberapa mata kuliahku yang jadwalnya malam. Awalnya aku bingung karena kalau malam gak ada angkot lagi. Nah angkot. Angkot alias Angkutan Kota juga sudah menjadi pahlawanku semasa kuliah, baik di Padang maupun di Palembang. Selain angkot juga ada ojek. Jujur aku gak tau kenapa disebut ojek, hihihi. Tapi aku kurang nyaman dengan ojek. Dari dulu di doktrin kalau ojek itu berbahaya, jadi aku takut untuk naik ojek. Sewaktu di Padang hanha beberapa kali aku naik ojek, itupun karena udah sangat terpercaya. Ketika di Palembang pun gitu, beberapa kali naik ojek. Pertama karena tukang ojek itu menakutkan. Sungguh. Bayangkan, pas kamu lagi jalan untuk nunggu angkot di depan gang, yang biasanya jadi pangkalan ojek, terus kamu diteriaki tukang ojeknya buat nawari ojek. Okeh memang itu sudah tugas mereka bertanya sama penumpang tapi gak segitu juga pak, kan kami jadi takut. Kedua, ongkosnya relatif lebih mahal dibandingkan angkot, jelas aku lebih memilih angkot. Ojek memang mengantar penumpang sampai tempat tujuan, mungkin karena itu jadi lebih mahal. Aku mau ke kampus misalnya, fakultas teknik ku berada paling belakang, jadi di antar oleh ojeknya sampai depan fakultas. Yaaah untuk anak kosan yang penuh perhitungan seperti diriku ini, aku lebih memilih angkot yang menurunkan penumpang di depan gerbang kampus, sisanya aku bisa jalan kaki ke fakultasku. Biar sehat. Hahha.
Selain angkot dan ojek, ada yang namanya Transmusi. Sejenis busway gitu kalo di Jakarta. Nah ini nih yang jadi favoritku. Ongkosnya Murah sekalipun rutenya jauh, dengan mengharuskan kamu transit beberapa halte, Nyaman dan aman tentunya. Busnya ber-AC. Jadi kalau sudah di dalam bus, bisa duduk nyaman dan bahkan bisa tidur. Kondektur dan Supirnya juga baik. Mereka melayani penumpang dengan ramah. Kurangnya cuma satu, lama. Sebenarnya itu bukan kesalahan dari transmusinya, yang membuat lama perjalanan itu adalah macet. Iya macet. Palembang macet parah setiap hari. Paling parah di jam sibuk seperti pagi dan sore hari, jam pulang kerja. Rute yang bisa ditempuh 30 menit bisa jadi satu setengah jam. Jadi pada dasarnya, transmusi itu sangat nyaman, seandainya kota Palembang ini tidak macet.
No comments:
Post a Comment