Instagram

Thursday, January 17, 2019

Mengejar Blue Fire di Kawah Ijen ?

Tahun lalu aku pergi ke beberapa tempat salah satunya yaitu Kawah Ijen. Gagasan ini awalnya muncul setelah salah seorang kenalanku pergi kesana terlebih dahulu. Aku bertanya detail perjalanannya dan aku pun tertarik. Kali ini pergi seorang diri sepertinya bukanlah pilihan yang tepat. FYI, i love going somewhere alone. But not this time i guess :)

Dengan gaya yang persuasif dan sedikit paksaan aku berhasil meyakinkan ketiga orang temanku untuk pergi, Mas Arga, Mey, dan Maskhur. Perjalanan kali ini tanpa persiapan yang begitu matang. Ketika aku bertanya apakah mereka tertarik untuk kesana, untungnya mereka tidak menolak. Cukup mudah untuk mengajak mereka. Yak karena pada dasarnya mereka juga belum pernah kesana sama seperti diriku. Kapan lagi kan kami liburan bareng?

Kali ini kami juga pergi dengan ikut open trip karena lebih murah dan jelas detail perjalanannya. Kami berempat memang belum pernah ikut open trip itu sendiri. Dengan biaya open trip 350K per orang, kami dapat menikmati tiga destinasi utama yaitu kawah ijen, taman nasional baluran, dan pantai bama. 

H-2 keberangkatan, pihak open trip menginformasikan mengenai detail perjalanan serta perlengkapan yang harus dibawa, antara lain sarung tangan, senter/penerangan, masker, obat-obatan, pakaian yang tebal karena cuaca sangat dingin di malam hari, kupluk, pakaian ganti, sepatu tracking.

Meeting point yaitu stasiun Gubeng Baru. Sabtu sore itu kami diharuskan berkumpul jam tiga sore, karena jam empat harus segera berangkat. Aku dan teman-temanku berangkat dari kosan sekitar jam setengah tiga. Setibanya di meeting point kami segera bergabung dengan peserta trip lainnya. Sembari menunggu waktu keberangkatan, kami berkeliling stasiun sejenak.

Tiba waktu keberangkatan, kami menuju ke Elf yang akan membawa kami ke tujuan. Kebetulan saat itu kami satu mobil dengan serombongan cece yang sedikit unik. Hampir dua puluh menit terbuang sia-sia karena masalah tempat duduk. Akhirnya aku dan teman-temanku mengalah demi kelancaran perjalanan. Namun tetap saja kejadian tak enak itu merusak mood kami. Sepanjang perjalanan kami habiskan dengan bercanda demi mengembalikan mood baik. Jujur aku tidak bisa berkendara darat cukup jauh karena motion sickness. Aku minum obat beberapa saat setelah perjalanan. Untungnya aku baik-baik saja selama perjalanan hingga tiba ditujuan.

Destinasi pertama kami yaitu Kawah Ijen. Kami sedikit terlambat tiba disana karena beberapa drama sebelum berangkat dan juga sedikit macet di jalan. Seharusnya kami tiba jam satu pagi tetapi kami tiba jam dua. Dan seharusnya tracking di mulai jam setengah dua agar dapat melihat blue fire. Namun kami baru mulai tracking jam setengah tiga pagi.
 
FYI, Gunung Ijen adalah sebuah gunung berapi aktif yang terletak di perbatasan antara Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, Indonesia. Gunung ini memiliki ketinggian 2.443 mdpl dan terletak berdampingan dengan Gunung Merapi. Gunung Ijen terakhir meletus pada tahun 1999. Salah satu fenomena alam yang paling terkenal dari Gunung Ijen adalah kawah yang terletak di puncaknya. Pendakian gunung ini bisa dimulai dari beberapa tempat. Pendaki bisa berangkat dari Banyuwangi ataupun dari Bondowoso. (sumber https://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Ijen )

Sebelum melakukan pendakian, kami diberi pengarahan terlebih dahulu seperti perlengkapan yang harus digunakan, informasi mengenai guide, detail mengenail jalur yang akan dilewati, bahaya jika tidak mengikuti instruksi, serta waktu untuk turun dari puncak Ijen.

Tujuan utama ke kawah Ijen adalah mengejar blue fire yang tersohor itu. Untuk itu diharuskan mengenakan masker khusus karena kandungan belerang yang cukup berbahaya di kawahnya. Masker tersebut dapat disewa dengan membayar 25K per orang. Meskipun pesimis dapat mengejar blue fire karena waktu yang sudah terlambat, aku dan teman-trmanku tetap menyewa masker gas tersebut.

Lima menit pendakian, masih dipenuhi canda tawa kami dan para peserta lainnya. Jalan yang dilalui cukup licin karena tanahnya kering dan berpasir. Aku beberapa kali terpeleset dan terjatuh. Malu rasanya tapi ku tutupi dengan tawa saja. Cuaca yang saay itu sangat dingin bagiku, mulai terasa hangat karena badan terus bergerak sehingga meningkatkan suhu tubuh. Sepuluh menit kemudian mulai terasa lelah karena jalan mulai menanjak. Untung aku suka jogging, jadi masih bisa mengatur pernapasan dan jatungku sudah terbiasa diajak kerja keras hehehe.

Langkah kaki kami mulai pelan. Aku dan Mey mulai kelelahan. Tetapi Mas Arga dan Maskhur masih terlihat baik-baik saja. Mereka lelaki, pasti lebih kuat daripada kami. Sekitar dua puluh menit perjalanan kami mulai terpecah. Aku mendaki bersama maskhur dan Mey bersama Mas Arga. Secara perlahan aku dan Maskhur mulai meninggalkan Mey dan Mas Arga di belakang. Demi blue fire ucapku dan Maskhur. Akan tetapi tantangan itu nyata di depan mata, jalur pendakian makin curam. Sungguh. Aku merasa mendaki tebing dengan sudut empat puluh lima derajat. Dua langkah saja sudah kelelahan. Maskhur terlihat biasa saja. Dia laki-laki, pasti jauh lebih kuat pikirku. Setiap tiga atau empat langkah mendaki tebing aku minta maskhur untuk berhenti dan istirahat sejenak. Untungnya dia sabar menunggu dan menemaniku selama mendaki tebing terjal itu.  Sama halnya yang dialami oleh Mey dan Mas Arga. Lebih parah malah. Selangkah dua langkah langsung membuat Mey kelelahan sehingga mereka berdua tertinggal cukup jauh dari Aku dan Maskhur.

Semakin tinggi kami mendaki, semaki tinggi pula tekanan udaranya. Malam itu angin sangat kencang. Kami mendapat informasi bahwa ada pohon tumbang sehingga menutupi separuh jalan. Kami harus berhati-hati. Tak perlu terburu-buru, yang penting aman pikirku. Selama pendakian aku melihat beberapa anak kecil dan lansia yang turun kebawah. Aku takjub dan salut. Mereka saja bisa, kenapa aku tidak, pikirku. Hal itu sedikit membangkitkan semangatku. Aku dan Maskhur terus mendaki ditemani gemuruh angin yang sangat kencang. Entah sudah berapa lama kami mendaki, hingga akhirnya kami tiba di post terakhir sebelum menuju puncak. Karena memang angin sangat kencang, kami memutuskan istirahat sejenak disana sembari menunggu Mey dan Mas Arga. Cukup lama kami menunggu mereka, karena memang mereka tertinggal cukup jauh di belakang. Aku mendapat info bahwa ada salah satu pendaki yang menyerah sehingga memutuskan untuk kembali turun ke Paltuding (titik awal pendakian).

Akhirnya kami bertemu kembali dengan Mey dan Mas Arga (aku terharu wkwkwk). Setelah dirasa cukup kuat, kami diberi instruksi untuk jalur pendakian selanjutnya karena jalurnya cukup berbahaya. Terdapat jurang disisi kanan jalur dan jika ada penambang belerang yang akan turun, kami diminta memberi mereka jalan terlebih dahulu. Kebayangkan beratnya beban belerang yang harus dibawa para penambang tersebut.

Kami berempat kembali melanjutkan perjalanan, namun tantangan sebenarnya mulai terasa. Angin bertiup begitu kencang hingga rasanya mampu menerbangkan tubuh kami. Hingga setiap angin tersebut menerpa, aku harus berpegangan pada sisi kiri pendakian yaitu bebatuan tebing. Ada kalanya aku berteriak ketakutan ketika tak menemukan pegangan. Hingga aku harus berpegangang pada tasnya Maskhur. Hal yang sama juga dialami Mey dan Mas Arga. Sekitar tiga per empat perjalanan sudah kami lewati dan tak terasa sang surya mulai menampakkan sinarnya. Aku dan Maskhur sudah pasrah dan iklhas tak dapat menikmati blue fire. Yang penting menyelesaikan pendakian ini hingga puncak, gumam kami berdua.

Sinar mentari mulai menerangi dan tampaklah pemdangan sekitar yang ternyata disisi kanan jalur pendakian adalah jurang. Kami sudah diberi tahu sebelumnya tetapi aku baru merasa takut setelah melihatnya langsung. Bagaimana tidak, aku sempat duduk di bebatuan tepi jurang tersebut. Untung saja saat itu masih gelap.
Jalur Pendakian

Diiringi angin kencang kami tiba di puncak Gunung Ijen. Meskipun bahagia dan bangga pada diri sendiri tapi kami tetap tak dapat bersantai karena angin memang sangat kencang hingga kami tak mampu berdiri di atas sana. Sejenak kami duduk dan menikmati sinar mentari pagi yang menyinari sekeliling begitu indah.

Kawah Ijen 




Ojek di puncak Gunung Ijen
Sebenarnya ada jasa ojek di sepanjang jalur pendakian tersebut. Ada bapak-bapak yang siap menarik kereta dorong untukmu selama pendakian dan turun. Tarifnya pun bervariasi. Cukup mahal bagiku, tapi setelah aku mendaki dengan kakiku sendiri, aku jadi paham mengapa para ojek tersebut mematok harga tersebut. Biasanya masing-masing kereta akan ditarik oleh dua tau tiga orang. Jadi bagi yang ingin ke Kawah Ijen dan tak ingin capek harus menyiapkan budget lebih.

Meskipun aku dan teman-temanku tak dapat menikmati indahnya blue fire, namun kami sangat bersyukur tiba di puncak dengan selamat. Kami pun tak lupa mengabadikan momen tersebut dalam jepretan lensa kamera. Dengan muka kelelahan dan menahan kantuk kami berpose untuk terlihat bahagia HAHA.
Saat itu angin bertiup sangat kencang
Dan Aku pun tak mau kalah, aku juga ingin mengabadikan momen tersebut. Pengalaman pertamaku mendaki gunung. Pengalaman pertamaku keluar dari zona nyamanku.
Muka dekil dan kedinginan :)

Saat itu terlintas dibenakku, aku kapok naik gunung. Aku mengurungkan niatku untuk naik gunung. Sungguh, nyaliku jadi ciut. Lelah sekali rasanya. Ini baru gunung Ijen, yang kata orang kebanyakan belum mendaki yang sesungguhnya karena track pendakian yang sudah bagus dan tidak terlalu tinggi. Mereka bercanda, pikirku. Ini saja sudah hampir membuat jantungku meloncat keluar rasanya. Tapi bagi para pendaki, ini hanya rekreasi kecil saja. Saat itu, hari itu, aku menyerah pada keinginan untuk mendaki gunung.
Aku jadi ingat kejadian lucu, saat mendaki ada beberapa orang yang turun dan memberi semangat kepada kami yang kelelahan.
"Ayo semangat mbak dan mas" sapa mereka sambil tersenyum.
dan ada juga sesama pendaki yang masih saja bercanda disaat itu,
"Ayo sedikit lagi, di depan sana ada Indomaret", ujar mereka.
"Ayo terus, di depan ada jualan mie ayam", canda salah seorang pendaki kepada temannya.
Haha spontan aku tertawa dengan gurauan-gurauan seperti itu.

Setelah puas berfoto dan menikmati pemandangan di atas sana, kami dan para peserta open trip lainnya diberi instruksi untuk segera turun gunung agar dapat istirahat yang cukup sebelum melanjutkan perjalanan ke destinasi berikutnya.

Ternyata turun gunung tak kalah lelah daripada mendaki. Semua beban ditubuh bertumpu pada kedua kakimu. Hanya saja bagiku turun gunung tak seberapa lelah dibandingkan dengan pendakian sebelumnya. Aku, Mey, Makshur, dan Mas Arga lebih rileks saat turun gunung. Sesekali tawa canda menghiasi perjalanan kami. Beberapa kali kami berpapasan dengan turis asing, yang membuatku heran dan salut, mereka hanya mengenakan pakaian tipis dan seadanya, padahal angin sangat kencang. Aku saja kedinginan hingga menggigil. Sepertinya mereka sudah terbiasa dengan hal-hal seperti itu. Kali ini aku lebih cepat berjalan saat turun karena ingin sekali rasanya segera tiba di bawah dan beristirahat.

To be continue...

Tuesday, January 01, 2019

Harapan di Tahun 2019

Selamat pagi satu Januari 2019,
Selamat siang satu Januari 2019,
Selamat sore satu Januari 2019,
dan Selamat malam satu Januari 2019.

Pagi ini aku terjaga dan membuka mata tanpa merasakan adanya perbedaan dari hari-hari sebelumnya. Semua terasa sama. Hanya tahun yang semakin bertambah. Tak kan lagi menulis angka delapan belas, namun sembilan belas. Yap ini hari pertama di tahun 2019. Seperti yang sudah ku katakan sebelumnya, tak ada yang beda. 

Banyak hal yang sudah ku lalui di dua ribu delapan belas. Suka dan dukanya sudah ku tuliskan di artikel sebelumnya. Aku berterima kasih untuk setiap pengalaman baru, teman baru, tempat baru, dan hal-hal baru yang ku dapatkan. Aku berterima kasih pula untuk setiap keluh kesah, air mata, kemarahan, kelelahan, kesendirian dan kesedihan yang diberikan. Tapi satu yang pasti, aku tak perna menyesal melewati dua ribu delapan belas dengan caraku itu. Hal-hal yang belum ku raih dan ku peroleh di tahun sebelumnya, ku harap dapat tercapai di tahun ini.

2018 memberikan begitu banyak pengalaman baru bagiku. Aku mendapat kesempatan mengasah kemampuan mengajar melalui tutor. Aku mendapat kesempatan untuk merasakan kerja paruh waktu yang sedari dulu cuma jadi bayangan sejak jaman sekolah. Dan aku pun mulai keluar dari zona nyaman. Aku berhasil melawan rasa malas dan rasa takut dengan pergi menjelajah ke beberapa tempat. Dari hal-hal tersebut aku mendapatkan teman-teman baru dan cerita-cerita baru yang bisa kubagikan dengan orang lain. Saat ini semuanya tersimpan rapi dalam bentuk kenangan yang indah.

Banyak hal juga yang belum ku raih dan ingin ku capai di tahun yang baru ini. Aku menyimpan banyak harapan di 2019. Menjadikan semua hal, tak terkecuali apapun itu, lebih baik lagi dari sebelumnya. Untuk mewujudkan semuanya, aku harus bertarung dengan diri sendiri, karena tanpa disadari lawan terberat untuk suatu perubahan yang baik adalah dari dalam diri sendiri. Rasa malas misalnya, menjadi salah satu hambatan terbesar. Tak ada yang bisa menolong  kecuali kesadaran dari diri sendiri. Kesadaran yang harus ditumbuhkan secara perlahan tapi berlanjut. Ada kalanya aku tersadar bahwa aku harus melawan rasa malas itu, namun hanya sesaat belaka. Kali ini kau bertekad tidak seperti itu lagi. Aku benar-benar harus melawan rasa malas itu jika aku ingin menjadi manusia yang lebih baik. Jika tidak, aku selamanya akan terpuruk seperti ini. Tanpa perubahan.

Hal yang paling ingin ku raih tahun ini adalah menyelesaikan study ku. Genap dua tahun sudah masa syudy ku dan aku masih belum lulus. Aku harus menambah satu semester lagi. Sangat disayangkan aku tak memanfaatkan waktu yang ku punya dengan bijak. Aku menyadari bahwa aku terlalu banyak bermain dan tak sungguh-sungguh.

Tesis yang seharusnya sudah harus rampung semester lalu malah terbengkalai dengan berbagai macam alasan. Genap dua bulan aku menelantarkan tesisku. Aku benar-benar rehat dari hal tersebut. Terakhir kali berhadapan dengannya, aku benar-benar setres, hingga ku putuskan untuk rehat. Dan sekarang saatnya untuk kembali, cukup sudah rehatnya. Tesis harus mulai ku kerjakan lagi. Masih banyak hal yang harus ku selesaikan demi menuju kelulusan itu. Dengan mengerjakan tesis, praktis aku juga mulai mencicil paper. Paper sejatinya juga menjadi salah satu syarat agar bisa lulus. Belum lagi juga harus mencari konferensi dalam waktu terdekat. Untuk paper dan konferensi bisa sejalan jika tesisku berjalan lancar dan membuahkan hasil. Tak hanya itu, untuk konferensi juga membutuhkan tak sedikit biaya. Aku harus pandai mengatur keuanganku. Selain itu, lulus toefl juga salah satu syarat kelulusan di kampusku. Selain harus memikirkan masalah tesis, paper, dan konferensi, aku juga harus belajar bahasa inggris kembali agar lulus tes toefl untuk syarat wisuda. Fokus utama tahun ini adalah menyelesaikan study yang telah tertunda, FIGHTING !

Tak dipungkiri setahun kedepan akan ku lalui bersama orang lain, entah orang yang berada di sekelilingku saat ini maupun orang-orang baru yang seiring waktu nantinya akan ku temui. Ada analogi yang menyebutkan bahwa sedikit banyak kepribadianmu dipengaruhi oleh circle life mu. Ada hadist di agamaku yang menyatakan bahwa, 
“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR Bukhari 5534 dan Muslim 2628)

Disini sangat jelas dikatakan bahwa jika bersahabat dengan orang yang baik, maka akan ketularan kebaikannya begitu pula sebaliknya. Secara tak sadar, semakin bertambah usia, cirlce life akan semakin mengerucut. Semakin mengecil. Bisa jadi orang yang ada di sekitar hanya orang-orang itu saja. Bukan berarti tak mendapatkan teman baru atau mengenal orang baru, hanya saja mereka yang sejalan dan sevisi dengan diri kita hanya "itu-itu saja". Semakin dewasa diri maka akan semakin menghindari "drama-drama" yang tak penting itu. Akan semakin dewasa dan semakin bijak dalam menghadapi berbagai hal dan berbagai situasi. 

Positive vibes brings you a good life.
Kalimat di atas ada benarnya, sesuai dengan hadist sebelumnya. Saat berada di lingkungan yang berisi orang-orang beraura positif, hidup rasanya nyaman dan damai. Tidak ada kecemasan. Tidak ada berbagai macam penyakit hati. Semua seolah berjalan mulus sesuai dengan keinginan. Begitu pula sebaliknya, negative vibes gives you bad life. Memang begitulah adanya.

Dulu aku pernah mendengar istilah toxic friendship. Cukup populer hingga muncul banyak quotes agar menjauhi toxic friendship. Jujur aku kurang paham diskripsi toxic friendship secara keseluruhan, tetapi yang ku tahu ialah bahwa konsep pertemanan itu tidak sehat. Tanpa disadari salah satu pihak merasa sangat dirugikan, dalam hal apapun itu. Jika kamu berada di circle life yang membuatmu tidak nyaman. Keluar dari zona itu. Bukannya kamu egois, tapi itu adalah caramu mencintai dirimu sendiri, caramu menghargai dirimu sendiri. Jadi sebisa mungkin jauhi toxic friendship.

Selain menghindari hal-hal negatif dan toxic friendship, Aku juga ingin agar tahun ini dapat travelling ke tempat-tempat baru. Lebih banyak travelling dari sebelumnya. Karena aku adalah anak rumahan yang mencoba terbang melihat dunia. Aku mencoba menembus tembok pembatas zona nyamanku. Dari pengalamanku tahun lalu, aku memperoleh kebahagiaan tersendiri dengan travelling itu.

Aku juga ingin hidup lebih sehat lagi. Lebih rajin berolahraga. Memakan makanan yang sehat. Mencintai diri sendiri. Intinya melakukan segala hal positif yang membawa  dan mendatangkan kebahagiaan pada diri sendiri. 

Tak ada salahnya berharap akan banyak hal di awal yang baru. Harapan membawa pada segala usaha untuk meraihnya. Aku ingin meraih kebahagiaan yang lebih ditahun ini. Aku ingin lulus kuliah. Aku ingin mengunjungi tempat-tempat baru. Aku ingin mendapat teman-teman baru lagi. Aku ingin mendapat pengalaman baru lagi. Aku ingin lebih berguna dan bermanfaat sebagai manusia di muka bumi ini. Begitulah caraku mencintai diriku. Begitulah caraku memperoeh kebahagiaan. Karena hidup cuma sekali, pilihan ada di tangan, dan lakukan yang terbaik.

SEMANGAT !
2019 TESIS RAMPUNG !  
2019 WISUDA !
AMIN YRA