22 Februari 2019, aku bangun pagi-pagi sekali karena keretaku dijadwalkan berangkat pukul 07.41 WIB. Tak banyak yang aku persiapkan untuk perjalanan kali ini. Hanya barang-barang penting seperti dompet, charger handphone, dan satu kaos, jaga-jaga jikalau nantinya aku gerah. Tak lupa aku pun membawa jaket karena aku akan pergi ke Malang yang terkenal dengan cuaca dinginnya itu. Kali ini aku melakukan perjalanan sehari demi menyaksikan pertandingan AREMA di stadion Kanjuruhan Kabupaten Malang.
Penampakan peron di stasiun Gubeng |
Seminggu sebelumnya, seorang teman mengajakku untuk menyaksikan pertandingan Arema vs Persib. Temanku ini merupakan fans fanatik Arema. Tentu saja karena dia dibesarkan di Kota Malang dan sang ayah juga gfans fanatik Arema. Kerap kali aku mendengar cerita tentang Arema melalui dia. Arema merupakan salah satu klub sepakbola yang cukup terkenal dan bersejarah di Indonesia. Banyak sekali gelar juara yang telah diraihnya. Klub ini berjulukan Singo Edan yang dalam Bahasa Indonesia berarti Singa Gila. Iya seperti singa yang mengamuk yang menghancurkan lawan-lawannya hingga menjadi juara.
Singkat cerita, aku begitu semangat ketika ditawari menyaksikan pertandingan itu, hingga pesan ibu yang tak mengizinkanku menonton bola di stadion tak ku hiraukan. Iya ibuku tak perna memberi izin akan dua hal, pertama naik gunung dan kedua menonton bola di stadion langsung. Tapi berdasarkan info temanku, hampir semua pertadingan Arema di Kanjuruhan berlangsung aman dan damai tanpa insiden apapun. Oleh karena itu, aku jadi yakin dan berani mengambil keputusan ini.
Dengan mata yang sedikit bengkak dan masih mengantuk aku berangkat ke stasiun. Perjalanan Malang-Surabaya ditempuh kurang lebih dua jam setengah dengan kereta api. Sembari menunggu kereta tiba, aku menyempatkan diri sarapan di sekitar stasiun. Kereta api merupakan trasnportasi favoritku selain mobil pribadi tentunya. Pesawat terbang memang lebih efisien dan efektif, tapi aku benci saat-saat take off dan landing. Ketika kereta api tiba aku langsung check in dan masuk ke gerbong tempat duduk ku. Kereta yang ku tumpangi adalah kereta ekonomi namun cukup nyaman. Seorang ibu duduk disebelahku. Beliau tampaknya bepergian bersama kedua putrinya yang duduk di depanku. Sepanjang perjalanan aku mengobrol dengan teman-temanku lewat aplikasi whatsapp. Hingga perjalanan dua jam lebih itu tak begitu terasa membosankan. Ada kejadian lucu. Anak sulung ibu yang duduk disebelahku merupakan remaja yang beranjak dewasa. Aku menebak bahwa dia tergolong mahasiswa baru. Selama perjalanan dia sibuk berfoto ria dengan handphone mili sang adik. Sang adik pun hanya bisa cemberut dan pasrah melihat sang kakak yang tak hentinya berpose. Hingga akhirnya sang ibu pun turun tangan agar sang kakak mengembalikan handphone sang adik. Kejadian biasa mungkin, tapi jikalau kamu berada diposisiku saat itu, aku yakin kamu akan tersenyum dan geleng-geleng kepala sepertiku. Kuceritakan kejadian ini pada temanku, hingga temanku berkomentar bahwa aku harus berfoto dan berpose seperti sang kakak juga. Tapi aku cukup waras hingga sadar diri bahwa aku tak sanggup melakukan hal itu di kereta api, hahahahaha.
Pukul sepuluh aku tiba di stasiun Kota Malang. Hal pertama yang ku lakukan setelah keluar dari stasiun yaitu jajan cilok. Entah kenapa aku sangat suka jajan cilok ketika di Malang. Padahal di Surabaya juga banyak. Setelah mengabari temanku perihal kedatanganku, aku segera menghampiri abang penjual cilok dan duduk di taman depan stasiun. Saat itu ada anak-anak TK yang aku tak tahu ada apa tapi mereka bermain air disana ditemani sang guru dan orang tua. Setelah menunggu beberapa menit, aku pun berjumpa dengan temanku. Kami pun segera pergi ke basecamp Arema untuk menukarkan kupon pembelian tiket.
Cuaca cukup terik siang itu. Antrian pun mengular cukup panjang. Kehebohan terdengar dari antrian di depan. Kami pun berjinjit untuk mengintip. Rupanya Kapolda Malang yang sedang memantau antrian memberikan tiket gratis ke beberapa supporter. Hingga tibalah sang Bapak Kapolda di depan kami. Beliau bertanya asal saya. Beliau meminta untuk mendukung Arema dan menyaksikan pertandingan dengan damai. Aku dan temanku pun diberi dua tiket ekonomi secara cuma-cuma. Bukannya kami tak senang, hanya saja kami sudah membeli tiket jauh hari sebelumnya, hingga tiket gratis itu rasanya percuma saja.
Hari itu adalah Jum'at yang dimana para pria umat muslim wajib menjalankan ibadah shalat jum'at. Aku mampir sejenak ke rumah temanku sembari menunggunya selesai shalat jum'at. Cuaca mulai terlihat tak bersahabat. Langit mulai gelap. Mendung. Aku sempat cemas takut hujan. Aku dan temanku menyantap makan siang terlebih dahulu. Menikmati masakan ibunya. Aku cukup rindu masakan rumah. Masakan ibunya cukup mengobati kerinduan itu. Saat berjumpa ibunya, sebenarnya aku cukup malu. Kira-kira apa yang ada di benak ibunya melihatku, seorang perempuan berteman cukup dekat dengan anak lelakinya, hendak menonton pertandingan bola pula. Aku malu memang, tapi itulah diriku. Aku punya banyak teman laki-laki, Aku suka sepak bola dan tidak terlalu menyukai hal-hal yang terlalu khas perempuan, berdandan berjam-jam misalnya. Melihat langit yang mendung, si ibu pun mengingatkan kami agar tak lupa membawa jas hujan. Setelah berpamitan, kami pun berangkat.
Lokasi Stadion Kanjuruhan cukup jauh dari pusat Kota Malang, dapat ditempuh kurang lebih setengah jam perjalanan. Saat itu baru jam satu siang dan pertandingan baru akan dimulai jam tiga sore, namun Aremania sudah berkonvoi menuju stadion. Ku perhatikan mereka yang kebanyakan masih sngat muda. Perkiraanku banyak dari mereka yang masih sekolah, sekitaran usia sekolah menengah pertama dan menengah atas. Sekitar sepuluh menit perjalanan, hujan mulai turun. Perlahan semakin lebat. Untung kami membawa jas hujan. Jika saat itu aku kehujanan bukan untuk nonton bola, mungkin aku akan merasa sangat tidak nyaman dan bersedih. Namun anehnya, meskipun hujan cukup deras, dan kami hanya punya satu jas hujan, praktis hanya sebagian tubuh saja yang terlindungi. Namun aku masih senang senang saja. Celana dan bagian bawah jaketku cukup basah. Temanku apalagi, kepalanya basah semua tanpa pelindung. Selama perjalanan hujan itu, kami bercerita banyak hal. Temanku menceritakan tentang klub Arema dan supporternya.
Ketika tiba di Stadion Kanjuruhan, kami memarkir motor dan segera masuk ke stadion karena saat itu cukup ramai, takut tidak kebagian tempat duduk. Aku baru tahu bahwa meskipun telah membeli tiket, tetap saja bisa tidak kebagian tempat duduk karena ramainya. Awalnya kami ingin menjual kembali dua tiket gratis yang telah kami peroleh, namun tidak jadi. Aku dan temanku duduk di tribun penonton VIP. Harga untuk tiket VIP yaitu 100K sedangkan untuk ekonomi yaitu 35K.
Gelang tiket VIP :) |
Tepat pukul tiga sore, kick off pertandingan dimulai. Gemuruh suara sorak sorai supporter memenuhi stadion. Saat itu stadion tidak terlalu penuh kata temanku. Biasanya lebih banyak supporter yang hadir. Mungkin karena hari itu masih hari kerja hingga banyak Aremania yang tidak bisa hadir secara langsung. Aku sangat menikmati dua jam pertandingan itu. Ikut berteriak ketika tim Arema menyerang Persib. Ikut bersorak ketika tim Arema mencetak gol ke gawang Persib. Aku juga sibuk memperhatikan supporter yang di tribun seberang yang secara kompak bernyanyi. Mereka menyanyikan lagu-lagu yang berisi pujian-pujian serta dukungan bagi Arema. tak hanya berupa lantunan suara, namun mereka juga memiliki koreografi khusus. Satu hal yang tak kulupakan yaitu aku ikut memeriahkan ombak yang dibuat para supporter dari semua tribun.
Sayangnya hari itu, Arema tak mampu mempertahankan keunggulan atas Persib dimenit-menit akhir. Hingga akhirnya mereka ditahan imbang 2-2 oleh Persib. Bukan hasil yang bagus di hari itu. Setelah pertandingan selesai, kami pun segera keluar dari stadion secara tertib bersama supporter lainnya. Tak lupa aku mengabadikan momen-momen keberadaaanku disana.
Hujan deras yang kami tempuh hingga membuat kami basah kuyup tak menyurutkan semangat kami hari itu. Hingga akhirnya pakaian itu kering sendiri di tubuh. Aku sempat khawatir terserang penakit seperti demam ataupun flu, tetapi syukur aku baik-baik saja. Suasana setelah pertandingan tak kalah ramai meskipun Arema tak mendapat hasil yang bagus. Supporter tetap mendukung dengan setia apapun kondisinya.
Pertandingan selesai sekitar jam lima sore. Kami pun segera pulang ke rumah agar bisa istirahat sebentar sebelum aku pulang ke Surabaya lagi. Temanku menyarankan aku agar menginap dan beristirahat. Namun aku kekeuh agar bisa pulang hari itu juga. Untungnya aku sudah membeli tiket kereta untuk pulang juga. Ketika tiba di rumah temanku, kami disambut lagi oleh ibunya. Kami disuruh bebersih diri kemudian beribadah dan makan malam. Setelah isitrahat sejenak, temanku pun mengantarku ke stasiun. Kami berpisah disana. Jadwal keretaku jam delapan malam, aku menunggu sejenak di stasiun sambil melihat orang berlalu-lalang disekelilingku.
Tepat jam delapan malam, keretaku berangkat. Aku bersandar ditempat dudukku. Rasa lelah menghampiriku sekejap. Aku menutup mata. Membiarkan tubuhku beristirahat. Malam itu kereta cukup sesak. Banyak sesama penumpang yang berdiri. Mereka tak kebagian tiket duduk hingga harus membeli tiket berdiri. Hingga dirasa sudah cukup bertenaga, aku membuka mata. Ku lihat sekeliling masih seperti tadi. Ramai penuh dan sesak. Ku fokuskan diriku pada handphone. Bercakap via Whatsapp dengan temanku. Hingga disetengah perjalanan ada seorang ibu dan seorang anak laki-lakinya duduk di depanku. Ku perhatikan sepertinya sang anak cukup kelelahan hingga tertidur. Kaki sang anak pun menyentuh kaki ku. Sang ibu tersenyum merasa tak enak denganku. Aku pun membalas senyumnya dengan tidak mempermasalahkan hal tersebut.
Rupanya si ibu memperhatikanku. Hingga beliau nyeletuk "Sedang liburan ya mbak?".
Aku terkejut, "Ahh tidak bu, sedang bermain bersama teman di Malang" Jawabku sambil tersenyum.
"Sedang cuti kuliah ya mbak?", si ibu kembali bertanya.
Aahh si ibu rupanya kepo juga, batinku.
"Tidak bu, hanya bermain saja" jawabku dengan senyuman yang sama.
Aku menduga-duga pertanyaan apalagi yang akan dilontarkan oleh si ibu.
"Asalnya dari mana mbak?" tanya si ibu lagi.
Tuh kan benar dugaanku hahahahaha.
"Dari Sumatera Bu", Jawabku singkat. Dan rupanya dari situlah percakapan dimulai.
"Pantas saja, mbak tak seperti orang Jawa, Sumatera mana mbak?" tanya si ibu lagi.
"Sumatera Selatan bu" Jawabku singkat saja, jujur saja aku kadang malas bercakap dengan orang yang tidak ku kenal atau pun yang baru saja ku kenal secara tidak sengaja.
"Oh Palembang, iya orang sana banyak yang seperti mbak mirip orang cina tapi bukan cina" Celetuk si ibu.
Tuuuuhhh kan benar dugaanku, percakapannya pasti mengarah kesana jika sudah ditanya daerah asal. Aku sudah bosan mendengar kalimat-kalimat yang terdengar rasis itu. Aku memang asli Sumsel. Tapi karena memiliki kulit kuning langsat yang menurutku itu cukup umum, banyak orang mengira bahwa aku ada keturunan dari etnis tionghoa itu. Pernah juga dikira orang Kalimantan karena perawakanku ini. Hingga sekarang aku sudah kebal dengan kalimat-kalimat itu, yah meskipun kadang masih kesal juga.
Sekitar setengah sebelas aku tiba di Stasiun Gubeng Surabaya. Aku pun berpisah dengan si ibu dan anaknya yang masih harus melanjutkan perjalanan menuju Pulau Madura. Sementara aku hanya perlu memesan ojek online untuk pulang ke kost ku. Perjalanan satu hari itu cukup melelahkan.Tapi aku senang. Aku bahagia berhasil mewujudkan keinginan untuk menyaksikan pertandingan Arema secara langsung di Kanjuruhan. Jika ada kesempatan kembali, aku mungkin akan kembali ke Kanjuruhan. Berteriak dan bersorak gembira mendukung Arema bersama ratusan supporter lainnya. Someday, maybe :).
No comments:
Post a Comment