Instagram

Wednesday, July 31, 2019

AIR TERJUN TUMPAK SEWU

Pagi itu, 27 Juni 2019, aku bangun pagi-pagi sekali. Setelah shalat subuh, aku bergegas menyiapkan semua keperluanku. Oh iya, hari itu aku akan pergi ke Kota Malang untuk kesekian kalinya. Namun kali ini tujuanku adalah air terjun. Sedikit refreshing setelah sebulan yang sangat menguras energi. Aku sudah janjian dengan temanku yang berdomisili di Kota Malang. Dia bersedia menemaniku liburan selama dua hari disana.

Sekitar jam 6 pagi, aku naik ojek online menuju terminal Bungurasih. Jujur saja, itu pertama kalinya aku naik bus ke luar kota sendirian dari Surabaya. Awalnya aku bingung, namun aku memberanikan diri saja. Harus nekat, pikirku. Perjalanan dari kosku ke terminal Bungurasih kurang lebih selama 20-30 menit. Untung saja driver ojolnya sangat ramah dan baik hati. Beliau menyaranku agar supaya turun di dalam terminal dan naik bus dari sana. Karena biasanya banyak terdapat bus yang menuju Kota Malang di pintu keluar terminal, tetapi kemungkinan sudah penuh penumpang jadi aku bisa jadi kurang leluasa untuk memilih tempat duduk. Ketika masuk ke dalam terminal, jujur saja aku antara terkejut dan bingung. Aku bingung harus naik bus yang mana dan dimana. Beberapa orang menyapaku dan bertanya tujuanku kemana, aku hanya tersenyum sambil berlalu. Sudah menjadi kebiasaanku dari dulu yang tidak mau menanggapi orang asing karena aku takut hahaha.

Dalam pencarianku itu, aku menemukan bus yang bertuliskan Surabaya-Malang, aku pun berteriak meminta agar pak supir busnya berhenti. Setelah di dalam bus, aku pun merasa lebih lega dan santai. Aku menikmati matahari pagi melalui jendela bus. Matahari pagi yang sangat cantik dan beberapa saat kemudian aku pun tertidur.

Sekitar jam 8 pagi aku tiba di terminal Arjosari Kota Malang. Aku pun segera mengabari temanku agar dia segera menjemputku. Perjalanan kali ini aku hanya membawa satu backpack dan satu sling bag. Sebenarnya tak banyak barang bawaanku karena aku hanya berencana untuk menginap satu malam saja. Setelah berjumpa dengan temanku, dia mengajakku sarapan soto daging favoritnya di pasar dekat rumahnya. Soto yang cukup enak bagiku. Karena di Surabaya aku hanya makan soto Lamongan saja, jadi ketika menyantap soto disana aku menemukan rasa yang lebih bervariasi. Usai sarapan soto, kami mampir ke rumah temanku sebentar untuk mengambil perlengkapannya lalu memulai perjalanan menuju air terjun tujuanku yaitu air terjun tumpak sewu.

Air terjun tumpak sewu merupakan salah satu air terjun berketinggian sekira 120 meter yang berada di perbatasan Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Air Terjun Tumpak Sewu merupakan air terjun terindah di Pulau Jawa dan Indonesia. Air Terjun Tumpak Sewu memiliki formasi unik karena memiliki aliran air yang melebar seperti tirai sehingga termasuk dalam tipe air terjun Tiered. Lokasi Air Terjun Tumpak Sewu ada di dalam sebuah lembah curam memanjang dengan elevasi 500 meter di atas permukaan air laut. Air Terjun Tumpak Sewu terbentuk di aliran Sungai Glidih yang berhulu di Gunung Semeru. 
(sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Air_Terjun_Tumpak_Sewu)

Kurang lebih satu jam perjalanan kami tempuh dengan sepeda motor menuju Kabupaten Dampit, kami tiba di rumah nenek temanku sekitar waktu shalat Dzuhur. Kami pun mampir dan shalat. Aku bertemu dengan Umi (begitu sebutan nenek temanku ini) dan bercengkrama sebentar karena sudah lama sekali tidak berjumpa. Terakhir kali aku ke tempat Umi sekitar bulan April 2017, sudah dua tahun lamanya. Umi pun berkomentar "Kok tambah lemu (gendut) mbak?", aku hanya tersenyum sambil menjawab "Masa sih miii?". Umi tetap Umi yang dulu, yang ramah dan murah senyum. Kami hanya mampir sebentar karena perjalanan masih jauh.

Kami mengendarai sepeda motor menuju perbatasan Kabupaten Malang dengan Kabupaten Lumajang. Air terjun tumpak sewu berada di Kabupaten Lumajang namun masih cukup dekat dari Kabupaten Malang. Selama perjalanan aku baru sadar bahwa jalan itu merupakan jalan antar kota karena banyak sekali truk-truk yang lewat. Ada kalanya sebelah kiri atau kanan jalan raya itu jurang. Ada kalanya juga jalanan itu berupa tanjakan atau turunan yang terjal. Herannya, aku percaya saja pada temanku bahwa dia akan mengendarai motor dengan hati-hati. Awalnya kami semangat sekali, dimana bercerita apa saja hingga muncul gelak tawa. Namun semakin lama, diiringi terik matahari siang itu, kami pun merasa lelah hingga tak ada kata-kata yang mampu terucap lagi. Hening, hanya suara deru kendaraan yang kami lewati atau pun yang melintas disebelah. 

Kami pun tiba di Air terjun tumpak sewu sekitar jam setengah satu siang. Setelah memarkirkan sepeda motor dan membeli dua botol air minum, kami pun segera menuju ke lokasi air terjun. Lokasi ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 15 menit. Track jalan berupa turunan sehingga cukup membuat kaki gemetar seperti yang ku alami.

Namun keluhan kaki gementar itu lenyap seketika aku tiba di lokasi air terjun tumpak sewu. Aku terkagum dengan tak hentinya tersenyum sumringah. Sungguh Indah. Beberapa air terjun yang berjajar melengkung berjatuhan ke jurang. Benar-benar indah. Aku takjub.

Happy me when i saw the waterfall
Setelah menikmati pemandangan dari atas, aku dan temanku segera turun untuk menggapai air terjun yang ku lihat tadi. Tak ku sangka jalan yang akan dilewati begitu curam dan licin, Bermodalkan pegangan bambu, tali, dan besi dipinggir tebing. Ada juga jalan setapak yang dibuat dalam bentuk tangga dari bambu. 15 menit pertama aku masih cukup riang meskipun sebenarnya cukup takut namun karena temanku berjalan duluan menyusuri jalan itu di depanku, aku cukup merasa aman karena dia memilih jalan yang aman. Dia hanya berpesan "Pegangan yang erat" atau "Hati-hati jika berpegangan di bambu, kamu bisa luka". Aku percaya Dia. Saat itu, di depan kami ada serombongan anak laki-laki yang juga turun, jadilah kami berdua mengekor di belakang mereka. Namun karena jalanku cukup lambat, kami pun tertinggal jauh. Semakin lama, turunan itu semakin curam dan licin. Ada kalanya harus melintasi air terjun yang mengalir cukup deras. 

Sejujurnya aku sangat takut terpeleset dan jatuh. Aku berpegangan sangat erat dan melangkah dengan sangat hati-hati karena jika tidak aku bisa kehilangan nyawaku di jurang itu. Seingatku, kami melewati dua air terjun kecil ketika turun. Setibanya di bawah, kami masih harus berjalan beberapa ratus meter lagi dan harus menyebrangi singai kecil yang arusnya cukup deras. Hanya ada pijakan batu disana. Aku takut batu itu licin. Aku takut terbawa arus sungai karena kakiku sudah cukup gemetar akibat menahan tubuhku selama turun tebing tadi. Temanku berjalan duluan di depanku. Dia yang memilih jalan dan aku mengikutinya. Kami berada di dasar jurang yang dikelilingi batu-batu besar. Sempat terlintas dibenakku, jika saja saat itu terjadi longsor, tamat sudah riwayatku. 

Suasana jalan menuju air terjun
Hari itu cuaca sangat cerah, namun karena angin bertiup sangat kencang, air terjun pun bertaburan mengikuti angin. Sebelum turun, seorang petugas disana berpesan padaku untuk mengenakan jaket karena jika tidak aku bisa basah kuyup. Awalnya aku tidak percaya, dan pada akhirnya setelah tiba di bawah aku baur mengerti. Seleuruh tubuhku basah kuyup. Bukan karena nyebur ke air terjunnya, namun karena tiupan angin yang membuat air itu bertaburan.

Aku melihat sekeliling, sungguh luar biasa kuasa Allah Swt. Deretan air terjun yang mengelilingi jurang itu persis di depan mataku. Bebatuan yang sangat besar dan kokoh. Serta tanah yang menopang daratan itu. LUAR BIASA !


Me...trying to absorb all the positive energy from the waterfall :)))
Aku dan temanku mengabadikan momen disana melalui kamera handphone. Hari itu tidak terlalu ramai, namun ada beberapa orang wisatwan lokal seperti kami dan ada juga wisatawan mancanegara. Oh iya, banyak orang yang kesana hanya mengenakan pakaian yang minim seperti tanktop dan celana pendek saja karena memang akan beresiko basah. Namun cuaca disana juga cukup dingin karena angin bertiup cukup kencang. "Apa mereka tidak kedinginan?" pikirku.

Setelah puas menikmati pemandangan air terjun itu, kami melanjutkan perjalanan menuju Goa Tetes, masih berada di jurang yang sama, hanya perlu mendaki saja. Jalan yang dilewati sama curamnya dengan sebelumnya hanya saja berbeda jalur. Ketika hampir tiba di Goa Tetes, kami tidak melanjutkan perjalanan karena harus melewati air terjun. Kami tidak membawa baju ganti. Jadi tidak ingin kedinginan selama perjalanan pulang nanti. Akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke atas saja.

Air terjun menuju Goa Tetes
 Kali ini kami mengambil jalan pulang yang berbeda dengan jalan turun tadi. Jalannya lebih menyeramkan. Aku benar-benar harus berpegangan dengan erat dan mencari pijakan yang kokh dan tidak licin. Saking curamnya, kami sampai ragu apakah berada di jalan yang benar atau tidak. Hingga temanku yang berjalan duluan harus mengecek jalan di depan. Aku ditinggal beberapa saat sambil berpegangan dengan batu. Saat menoleh ke bawah, kaki ku lemas sekali rasanya. Sekitar lima menit temanku menghilang dari pandanganku. Aku sempat merasa panik. Aku takut dia nyasar dan tidak menemukanku lagi. Saat wajah familiar itu muncul, aku merasa lega. Rupanya kami di jalan yang benar karena ada wisatawan di depan kami yang mengambil rute itu juga. Rute ini memang sangat curam dan sedikit pegangan tali ataupun bambu dan besi. Namun pemandangan yang disajikan sangatlah indah. 

5 menit sebelum terpleset di bebatuan itu
Kami menemukan air terjun dengan bebatuan yang berwarna kuning dan beberapa batu yang ditumbuhi lumut hijau. Saat itu air terjun diterpa cahaya matahari sore, hingga warna bebatuan itu sangatlah cantik. Saat menoleh ke atas, akhirnya kami melihat jalan yang sudah dalam bentuk tangga. Aku sangat lega karena jalannya sudah bagus dan aman. Saking senangnya, kali ini aku memilih ajaln yang berbeda dari temanku ketika turun dari bebatuan menuju tangga tersebut. Dan akhirnya aku terpleset dan terjatuh. Lututku cukup sakit karena berbenturan dengan batu. Perih. Namun aku tak boleh mengeluh karena masih banyak anak tangga yang harus ku naikki untuk tiba di atas.

Sudah lama tidak berolehraga, sehingga aku cukup terengah-engah ketika mendaki tanga-tangga tersebut. Nafasku cukup sesak. Lututku perih. Dan betisku sangat nyeri. Setibanya di atas kami masih harus berjalan beberapa ratus meter untuk mencapai tempat parkir. Rupanya rute turun dan naik yang berbeda membuat kami harus memutar arah. Kami tiba di atas sekitar jam 5 sore. Tak ingin berlama, kami pun segera pulang. Pakaian yang tadinya basah kuyup kering dengan sendirinya selama diperjalanan. Matahari sore itu sangat indah. Aku benar-benar menikmati jingganya senja sore itu. Golden hour kata orang-orang.

Kami tiba di Dampit ketika magrib. Karena sangat kelelahan dan kelaparan, kami menyempatkan untuk menikmati bakso terlebih dahulu sebelum kembali ke rumah Umi. Aku sangat kedinginan. Hingga ketika tiba di rumah Pakde nya temanku, aku bergegas untuk mandi dan membersihkan diri. Disana airnya sangat dingin, bahkan temanku sempat bertanya apakah aku yakin mau mandi disana. Dia saja tidak berani mandi karena takut dingin. Tapi aku sudah sangat risih dengan pakaianku dan harus segera mandi. 

Umi memasak untuk kami. Kami menikmati makan malam sambil bercengkrama serta menghangatkan diri ditemani secangkir teh panas. Sekitar jam 8 malam, kami kembali ke Kota Malang dan temanku mengantarku ke penginapan. Aku cukup lelah hari itu. Tapi aku sangat senang akhirnya bisa mengunjungi air terjun tumpak sewu yang sangat indah itu. 

"Difficult roads often leads us to the beautiful destinations"

No comments:

Post a Comment