Instagram

Sunday, September 25, 2016

Jauhi Medsos !

Setelah sekian lama akhirnya aku mulai aktif menggunakan media sosial aka medsos. Tidak terbilang aktif juga sih karena aku hanyalah silent reader, begitu istilah yang diberikan salah satu temanku. Well, ternyata turut berpartisipasi di medsos itu bukan ide yang bagus. Aku tidak mengatakan kalau hal itu buruk hanya saja bukan sesuatu hal yang bagus untukku. Sebenarnya melalui medsos itu, aku kembali terhubung dengan teman-teman lama. Nostalgia.

Berbagai macam percakapan mulai dari sapa menyapa, basa-basi ini itu, dan sampai berujung ke curhat. Haha.
Namanya juga berjumpa kawan lama. Pastinya penuh cerita yang dibumbui canda tawa.

Itu salah satu manfaat medsos. Menjalin silaturahim dengan kawan lama.

Namun sayang, seperti yang sudah kusebutkan sebelumnya bahwa menggunakan medsos bukan ide yang bagus untukku. Justru membuatku menjadi manusia yang tidak bersyukur. Melihat orang lain post moment happy mereka, justru aku termenung. Lagi-lagi merasa bahwa rumput tetangga lebih hijau. Pathetic.

Well, bukan berarti aku tidak suka dengan kebahagiaan orang lain. Hanya saja aku mengasihani diriku sendiri. Disaat orang lain telah menggapai kebahagiaannya, apa yang sudah aku lakukan? Nothing. Aku masih saja bermimpi. Merasa kasihan pada diri sendiri. Dan lagi-lagi aku merasa rumput tetangga lebih hijau.

Medsosku banyak berisi post of wedding invitation, wedding ceremony, baby born photos, and working experience. Apakah aku tidak suka melihat mereka bahagia? Tentu saja aku bahagia. Mereka telah menggapai mimpinya.Disanalah letak kesalahanku. Aku masih bermimpi ketika orang lain telah mendapatkannya. Wedding dan segala macam hiruk-pikuknya? Aku masih sangat jauh dari hal itu. Working? No, aku masih pengangguran yang bermimpi memperoleh pekerjaan impian. Dua hal yang masih belum ku peroleh. Tentu saja aku sedang berusaha menggapai mimpiku itu. Hanya saja lagi-lagi aku merasa rumput tetangga lebih hijau. Hal ini tentu saja membuatku goyah dan tidak fokus pada mimpiku sendiri. Merasa hilang arah tanpa tujuan dan hilang keyakinan pada diri sendiri. Sungguh berbahaya bukan? Berlebihan? Yeah, i know. But that's how i feel.

Oleh karena itu, sepertinya menggunakan media sosial bukan ide yang bagus untukku.

Saturday, September 24, 2016

Train to Busan

Train To Busan adalah film korea selatan yang rilis bulan juli tahun ini. Film ini dibintangi oleh aktor Gong Yoo, Jung Yoo mi, Ma Dong Seok, Ahn Sohee, Kim So Ahn, dan Shim Eun Kyung. Film ini sendiri bergenre horor-zombie dan menjadi salah satu film box office di korea selatan tahun ini.
Seok Woo (Gong Yoo) bersama putrinya Soo-ah (Kim So-Ahn) berangkat ke Busan dengan KTX (Korean Train Express) dihari ulang tahun putrinya. Di dalam KTX mereka berjumpa dengan penumpang lain seperti pasangan suami istri (Ma Dong Seok & Jung Yoo Mi), serta sekelompok pemain baseball SMA, ketika kejadian tak terduga menimpa KTX tujuan Busan itu. Seorang wanita muda, cameo oleh Shim Eun Kyung, mendadak naik kereta dimenit akhir. Ternyata wanita tersebut adalah zombie. Zombie itu menyerang salah satu pramugari kereta, dan seterusnya menyerang atau menggigit hampir semua pwnumpang disalah satu gerbong kereta. Kehebohan cepat terjadi dan akhirnya sampailah di gerbong tempat Seok Woo dan Putrinya.

Film ini menceritakan bagaimana Seok Woo dan sesama penumpang bertahan dari serangan zombie untuk menuju kota Busan yang kabarnya aman dari infeksi zombie. Banyak kejadian mengharukan dalam film ini.

Menurutku film ini recommended banget lah. Aku sendiri bukan termasuk penyuka film genre horor, thriller, maupun zombie. Namun Gong Yoo effect sangat mendorongku untuk menonton film ini. Lagi-lagi doi berperan sangat ciamik sama di film sebelumnya, The Suspect.

Well, tidak heran kan kalau film ini box office di negera asalnya.

Thursday, September 15, 2016

Adek Ketemu Gede

Aku telah menuntut ilmu di dua perguruan tinggi yang berbeda dalam kurun waktu enam tahun terakhir. Banyak pengalaman, teman, suka maupun duka yang telah ku alami. Setiap tempat baru menyajikan hal berbeda. Lingkungan sekitar punya cara tersendiri untuk menyambut kita.

September 2010, aku resmi menjadi mahasiswa salah satu perguruan tinggi negeri di kota Padang. Saat pertama kali datang ke kota itu, aku sedikit kecewa karena kotanya jauh dari ekspektasiku. Sebelumnya hanya mendengar dan melihat kota Padang dari televisi. Tentu saja aku punya harapan besar akan lingkungan dan suasana kota yang modern. Apalagi sebelumnya aku menetap di kota Palembang beberapa bulan ketika mengikuti bimbingan belajar masuk perguruan tinggi. Suasana kota yang semrawut dan kurang tertata rapi. Mungkin hal itu karena kota itu baru saja ditimpa bencana gempa bumi setahun silam. Pembangunan kembali infrasruktur tentunya memakan biaya yang besar dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Selain itu memperbaiki mental masyarakay korban bencana gempa juga penting. Jadi, tak khayal kota itu terlihat sedikit semrawut.

Namun kekecewaan itu hanya sementara. Aku cukup puas dengan suasana dan lingkungan kampus yang menurutku sangat mendukung bagi mahasiswa. Lingkungan yang masih sangat asri, bagaimana tidak? Kampusku terletak di area perbukitan yang tentu saja masih dipenuhi pohon-pohon rindang. Suasanya sangat sejuk. Selain lingkungan kampus, suasana tempat kost-ku juga cukup mendukung dan nyaman.

Selama di Padang, aku beberapa kali pindah kost-an. Pertama kali aku tinggal di tempat yang suasananya benar-benar nuansa islami. Ada sekitar 10 orang yang tinggal di rumah tersebut. Mereka semua mengenakan hijab yang cukup panjang. Benar-benar tipe waniya soleha. Sementara aku, tampilanku masih seperti biasanya. Tanpa hijab dan ala kadarnya. Merasa tidak sesuai disana, aku pindah kost. Di tempat kedua inilah aku bertemu dengan sahabatku kak steffianne dan kak delvi. Karena itu tahun pertamaku kuliah, aku menjadi yang paling muda di kost-an tersebut. Sungguh pengalaman baru bagiku, karena pada dasarnya aku anak tertua di rumah, dan aku suka pengalamn baru menjadi yang bungsu.

Aku berbagi kamar dengan kak steffi, begitu panggilan akrab untuknya. Walau lebih tua setahun dariku, ternyata aku memiliki banyak kesamaan dengan kak steffi sehingga kami langsung klop satu sama lain. Di kamar sebelah di isi oleh salah satu dosen muda yang masih single saat itu. Aku benar-benar kagum pada beliau. Masih muda dan berkarir bagus. Dalam hati aku berdoa agar seperti Beliau. Kak Delvi namanya. Banyak sekali yang aku pelajari dari beliau. Pengalaman hidup dan hal lainnya. Selain di kost-an, beliau juga mengenalkanku ke keluarga besarnya. Aku kenal hampir seluruh anggota keluarga beliau. Mereka semua orang baik. Setiap liburan dan aku tidak pulang ke Bengkulu, beliau selalu mengajakku untuk pulang ke rumahnya. Benar-benar pengalaman baru yang berkesan dan menyenangkan.

Tahun kedua, aku dan kak delvi pindah kost-an. Ke tempat yang lebih baik tentunya. Kurang lebih setahun aku tinggal dengan beliau disana, sampai akhirnya beliau menikah dan punya anak perempuan yang sangat cantik.

Tahun ketiga, aku pindah kost-an yang tempatnya tidak jauh dari tempat kak delvi. Di kost-an baru ini, aku berbagi kamar dengan mahasiswa asal Medan. Kak Riski namanya. Kurang lebih 8 bulan kami bersama. Berbagi cerita dan kami juga wisuda bersamaan di tahun 2013. Desember di tahun yang sama, aku meninggalkan kota penuh kenangan itu, kembali ke Bengkulu.

Beberapa kali pindah kost-an memberiku banyak pengalaman baru, teman baru dan cerita baru. Benar-benar tiada harganya.

Agustus 2014, aku diterima disalah satu perguruan tinggi negeri di kota Palembang, melanjutkan jenjang pendidikanku. Dan di sini pun aku kembali kost. Lagi-lagi aku bertemu orang baru. Akan tetapi, kali ini aku menjadi yang tertua. Butuh waktu beberapa bulan untuk mengakrabkan diri dengan teman-teman, lebih tepatny adik-adik baruku ini. Setelah beberapa bulan itu, aku baru mengetahui nama-nama mereka. Ayu,Mei,Dan Ita. Mereka berumur lebih muda dariku. Awalnya sedikit sulit untuk mengakrabkan diri dengan mereka karena kesibukan masing-masing sehingga jarang bertemu di rumah. Beruntungnya, dalam beberapa bulan dapat kenal lebih akrab dengan mereka bertiga. Namun sayangnya, Ita harus pindah tempat dan aku belum sempat mengenalnya lebih dekat lagi. Mei yang saat itu masih kelas tiga SMA terlihat lebih ramah. Anak mungil dan imut, pikirku. Ayu yang lebih muda dua tahun dariku, tepat tinggal disebelah kamarku. Setelah ita pindah, kami bertiga lebih akrab dan kerap kali bersenda gurau baik di kamarku maupun di kamar Ayu. Setelah mengenal mereka lebih dekat, ternyata mereka lebih menyenangkan. Petemanan kami perlahan mulai terjalin. Hampir setiap malam di penuhi cerita cerita absurb di kamar Ayu ataupun di kamarku. Sayangnya setelah setahum berlalu dan Mei masuk perguruan tinggi. Dia memutuskan untuk pindah kost. Tinggalah aku berdua dengan Ayu. Kamar lain belum ada penghuni baru. Hanya kami berdua, sampai akhirnya tahun ajaran baru di mulai. Datanglah adik-adik baru ini. Elsa dan Intan namanya. Mereka bedua berasal dari daerah yang sama dengam Ayu, sehingga memudahkan kami untuk akrab. Seiring waktu berjalan, suasana mencair dan mengalir adanya. Kami berempat bersenda gurau penuh tawa di tempat kost itu. Adik-adik inilah yang menemani dan mengisi hari-hariku. Tingkah polos dan cerita mereka menjadi hiburan tersendiri bagiku.

Dua tahun aku tinggal di rumah kost itu. Setelah wisuda april 2016, aku harus pindah ke tempat sepupuku agar tidak perlu membayar kost lagi. Aku berpisah tempat tinggal dengan adik-adik baru ini. Namun hubungan komunikasi kami masih terkalin erat. Di zaman yang super canggih ini, kami tetap bisa bersenda gurau dan bergosip ria meskipun berbeda tempat. Sampai saat ini, aku masih bertemu dengan mereka bertiga. Aku juga masih sering menginap di kost-an tersebut hanya untuk melepas penat sesaat.

Dari Padang Ke Palembang.
Dari menjadi adik hingga memperoleh adik.
Setiap perjumpaan selalu ada perpisahaam.
Setiap pengalaman bahkan sekecil apapun, hal tersebut sangat berharga.

Sunday, September 11, 2016

Transportasi Umum

Sejak memasuki dunia perkuliahan enam tahun lalu, aku mulai meninggalkan yang namanya kendaraan pribadi. Kesannya biar kayak mahasiswa pejuang gitu yang di tv. Hahha. Dan pada akhirnya aku jadi pejuang hidup sungguhan 😭😭😭

Tahun 2010, saat aku diterima sebagai mahasiswa di Politeknik Negeri Padang, dengan sangat bijaksana dan lapang dada, aku bilang sama bos di rumah bahwa aku tidak butuh sepeda motorku, si pink yang udah nemenin 3 tahun masa SMA ku. Selain ongkos kirim Bengkulu-Padang yang cukup mahal bagiku, aku juga berpendapat bahwa inilah perjuanganku sebagai mahasiswa. Hahaha.
Alhasil selama  tiga tahun kuliah di Padang, alih-alih naik kendaraan umum, malah sibuk nebeng teman-teman yang bawa kendaraan pribadi. Tapi aku jg naik kendaraan umum lho. Untungnya, Politeknik Negeri Padang bekerjasama dengan Universitas Andalas, mengadakan bus kampus sebagi sarana transportasi bagi mahasiswanya. Bus kampus putih. Setiap semester, selain biaya perkuliahan dan praktikum, ada juga biaya bus kampus. Setiap mahasiswa diharuskan untuk membayar, jadi yang menggunakan kendaraan pribadi jg membayar biaya bus kampus. Hihihi. Rugi kan mereka, kuliah bertahun-tahun selalu bayar bus kampus tapi gak make.

Bus Kampus Universitas Andalas. Wahh bus ini sangat berkesan buatku. Salah satu yang paling aku rindukan dari kampus itu. Pak supirnya yang ramah, baik hati, dan ada juga yang galak. Eh bukan galak tapi tegas, hehehe. Rute bus kampus itu dari halte Sendik Pasar Baru sampai ke kampus ku, Politeknik, yang merupakan tempt paling tinggi. Sekedar info nih, area kampusku itu adalah area perbukitan, jadi suasananya adem gitu. Oh iya, penggemarnya bus kampus putih ini sangat banyak lho, baik pagi, siang, maupun sore hari. Kalau lagi beruntung, aku bisa naik dengan tenang dan dapat tempat duduk. Dan kalau tiba saatnya buat perang, dari nunggu di halte sampai naik ke bus itu rebutan sama pejuang-pejuang lainnya. Kalau beruntung ya dapat tempat duduk dan kalau gak beruntung ya bergelayutan di bus, enggak lah maksudnya berdiri di bus sambil pegang besi di atas supaya tidak jatuh. Kampus menerapkan peraturan bahwa mahasiswi naik dari pintu depan sementara mahasiswa dari pintu area belakang. Jadi gak bisa barengan naiknya, gak boleh bersentuhan, apalagi duduk berdua, bukan mukhrim lho, 😆😆😆.
Pokoknya bus kampus putih itu the best sekali. Mengiringi perjuangan mahasiswa/i menggapai cita-citanya. Dan setelah menyelesaikan kuliah 3 tahunku disana, lebih tepatnya 3,5 tahun aku stay, aku mesti pulang ke Bengkulu dengan bawa semua perlengkapan perjuanganku, lebay ! Iyaaa memang lebay, apalagi kalo ada yang lihat sewaktu aku pulang dengan perlengkapan yang seabrek itu, anyway thank you very much for my friends whose helping me in that moment.

Aku melanjutkan studiku di Universitas Sriwijaya Palembang. Lagi-lagi disini aku jadi orang yang bijaksana dan lapang dada. Aku gak butuh kendaraan pribadi. Hahaha. Setelah perkuliahan di mulai beberapa bulan, baru aku menyesal. Ada beberapa mata kuliahku yang jadwalnya malam. Awalnya aku bingung karena kalau malam gak ada angkot lagi. Nah angkot. Angkot alias Angkutan Kota juga sudah menjadi pahlawanku semasa kuliah, baik di Padang maupun di Palembang. Selain angkot juga ada ojek. Jujur aku gak tau kenapa disebut ojek, hihihi. Tapi aku kurang nyaman dengan ojek. Dari dulu di doktrin kalau ojek itu berbahaya, jadi aku takut untuk naik ojek. Sewaktu di Padang hanha beberapa kali aku naik ojek, itupun karena udah sangat terpercaya. Ketika di Palembang pun gitu, beberapa kali naik ojek. Pertama karena tukang ojek itu menakutkan. Sungguh. Bayangkan, pas kamu lagi jalan untuk nunggu angkot di depan gang, yang biasanya jadi pangkalan ojek, terus kamu diteriaki tukang ojeknya buat nawari ojek. Okeh memang itu sudah tugas mereka bertanya sama penumpang tapi gak segitu juga pak, kan kami jadi takut. Kedua, ongkosnya relatif lebih mahal dibandingkan angkot, jelas aku lebih memilih angkot. Ojek memang mengantar penumpang sampai tempat tujuan, mungkin karena itu jadi lebih mahal. Aku mau ke kampus misalnya, fakultas teknik ku berada paling belakang, jadi di antar oleh ojeknya sampai depan fakultas. Yaaah untuk anak kosan yang penuh perhitungan seperti diriku ini, aku lebih memilih angkot yang menurunkan penumpang di depan gerbang kampus, sisanya aku bisa jalan kaki ke fakultasku. Biar sehat. Hahha.

Selain angkot dan ojek, ada yang namanya Transmusi. Sejenis busway gitu kalo di Jakarta. Nah ini nih yang jadi favoritku. Ongkosnya Murah sekalipun rutenya jauh, dengan mengharuskan kamu transit beberapa halte, Nyaman dan aman tentunya. Busnya ber-AC. Jadi kalau sudah di dalam bus, bisa duduk nyaman dan bahkan bisa tidur. Kondektur dan Supirnya juga baik. Mereka melayani penumpang dengan ramah. Kurangnya cuma satu, lama. Sebenarnya itu bukan kesalahan dari transmusinya, yang membuat lama perjalanan itu adalah macet. Iya macet. Palembang macet parah setiap hari. Paling parah di jam sibuk seperti pagi dan sore hari, jam pulang kerja. Rute yang bisa ditempuh 30 menit bisa jadi satu setengah jam. Jadi pada dasarnya, transmusi itu sangat nyaman, seandainya kota Palembang ini tidak macet.